0 Comment
Seperti biasanya terbentuknya suatu perkampungan penduduk (tumani) berawal dari pemukiman di suatu tempat yang awalnya hanya sebagai tempat untuk berkebun/bertani. Dan biasanya tempat perkebunan itu dinilai memiliki tanah yang subur untuk bisa bercocok tanam. Dan bagi mereka yang memiliki keterampilan sebagai nelayan, akan mencari tempat peristirahatan yang baik di kala mencari ikan. Dan syarat lainnya, yaitu tempat tersebut tidak jauh dari sumber air (mata air atau kolam). Karena biasanya manusia senantiasa membutuhkan air untuk minum, memasak atau mencuci.
Dari penelitian sejarah desa serta cerita turun temurun yang dapat dipercaya, dan juga bukti­-bukti sejarah lainnya (seperti pekuburan tua) maka masuknya penduduk pertama di wilayah Langowan adalah bermula dari tempat yang bernama Palamba, Temboan, dan Rumbia. Ketiga tempat ini semuanya sudah menjadi desa yang definitif.

Sebelumnya terbentuknya tempat-tempat pemukiman tersebut, dalam sejarah Minahasa kita mengetahui ada pertemuan orang-orang Minahasa yang dilakukan di Pinawetengan. Kejadian itu terjadi sekitar tahun 1428, dimana tahun ini dijadikan tahun Hari Jadi Minahasa. Setelah peristiwa pembagian (Pinawetengan) ini, maka sesuai dengan kesepakatan bersama, banyak orang Minahasa mulai kembali ke tempatnya masing­masing dan ada pula yang mencari tempat baru, sebagai tempat Demikian halnya dengan orang­-orang yang berkeinginan untuk hidup di wilayah Langowan, seperti yang dikemukakan tadi. Mereka mulai mendiami Palamba, Temboan dan Rumbia.

1. PALAMBA
Kira-kira abad ke XVI, pengikut-pengikut dari Toar Lumimuut mengadakan perjalanan mengelilingi tanah Minahasa. Mereka kemudian beristirahat di Palamba yang waktu itu masih hutan rimba, dimana tempat ini menurut anggapan mereka cukup baik dan menyenangkan. Untuk tempat beristirahat mereka mendirikan gubuk dari batang pohon kayu dan daun-daunan yang menurut bahasa Tountemboan "palapa". Konon dari kata inilah pemukiman tersebut dinamakan Palapa yang kemudian berubah menjadi Palamba sampai sekarang ini.

Lama kelamaan untuk memenuhi bekal makanan, mereka mulai membuka perkebunan/huma di tempat itu. Terutama mereka menanam pisang, umbi-umbian dan sayuran. Sehingga lama-­kelamaan perkebunan itu makin luas dan orang-orang yang bermukim di stiu makin bertambah.
Dengan semakin bertambah penduduknya, maka sebagaimana tradisi orang Minahasa dalam suatu perhimpunan penduduk yang sudah cukup banyak, diperlukan seorang pemimpin. Dan oleh karena itu pada sekitar tahun 1600 sampai pada tahun-tahun berikutnya pemukiman tersebut telah dipimpin oleh para Tonaas dan Walak yang sayang sekali nama-namanya tidak diketahui lagi. Sehingga dapat dipastikan bahwa desa Palamba merupakan desa tertua di Langowan. Ini juga dapat dibuktikan dengan adanya waruga (kuburan tua/prasasti) Toar Lumimuut yang ada di sana, dan merupakan tempat pertama orang-orang yang masuk dan menetap di Langowan.


2.TEMBOAN
Berdasarkan sejarah desa Temboan, penduduk yang pertama masuk ke Temboan adalah bangsa Portugis, yaitu pada abad XVII atau sekitar tahun 1690. Konon menurut cerita, dengan tidak sengaja mereka mengambil kayu hitam yang ada di sekitar sungai Ranowangko kemudian dimuat di kapal laut. Oleh karena muatannya sudah penuh, maka kapalnya kandas dan memerlukan beberapa hari untuk keluar dari lokasi.

Pada saat itulah ada seorang di antara mereka yang bernama Luly mencari bantuan, terutama bahan makanan yang makin menipis dan berjalanlah ia menuju utara, dengan tidak melewati Palamba atau Atep. Karena waktu itu ia belum mengetahui kalau ada pemukiman di dekat lokasi tersebut. Dan sampailah ia di negeri Tompaso, dan dari sana ia mengajak orang bernama Kelung, sekaligus untuk membantu mengeluarkan kapal mereka yang kandas. Tetapi setibanya di sungai Ranowangko, kapal tersebut sudah tidak ada, atau sudah berangkat. Maka merekapun mencari tempat perteduhan/peristirahatan di sekitar lokasi tersebut. Mereka menamakan tempat itu Talawatu karena tempat itu hanya tumbuh pohon kayu hitam yang besar dan keras. Kemudian mulailah mereka membuat gubuk dari pohon kayu dan daun-daunan. dan membuka lahan perkebunan untuk ditanami t:unaman pangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Setelah mereka merasakan lokasi pemukiman cukup baik, maka mereka mengajak saudara dan kenalan mereka untuk bermukim di tempat ini, sehingga lama kelamaan orang-orang makin bertambah, sehingga pada tahun 1829 jadilah sebuah perkampungan Talawatu yang dipimpin oleh seorang Kepala kampung bernama Tonaas Tumataw (lihat catatan harian RC. Massie tahun 1965, tahun 1922­1946 mantan Kepala Desa Amongena). Namun saat itu perkampungan ini dilanda penyakit kolera dan malaria, sehingga pada tahun 1896 penduduk di tempat ini berpindah ke lokasi baru di dataran tinggi, yaitu di lokasi yang ada sekarang (desa Temboan). Temboan berarti berada di ketinggian, atau dalam bahasa Tountemboan matembo yang berarti dari ketinggian.


3. RUMBIA
Pada mulanya sekitar tahun 1825 nelayan-nelayan dari Mongondow, Ternate, Buton, Bugis, Gorontalo dan Sangir mencari ikan Taut di Laut Maluku, sehingga di antara mereka ada yang singgah di pantai Rumbia.

Mulanya nelayan-nelayan ini karena kelelahan mereka beristirahat di tempat ini dan membuat daseng atau gubuk sebagai tempat berteduh. Oleh karena tempat ini terdapat banyak pohon rumbia yang tumbuh di rawa-rawa, maka mereka mengambilnya untuk dijadikan atap daseng/gubuk. Oleh karena pohon rumbia ini banyak manfaatnya,seperti daun dan tangkainya dapat digunakan untuk atap dan isi batangnya bisa dibuat sagu, maka akhirnya tempat peristirahatan itu dinamakan Rumbia.

Lama-kelamaan orang-orang yang dulunya beristirahat di situ, mulai tinggal menetap, dan jumlahnya makin bertambah. Mereka yang juga dulunya tinggal di Palamba dan Atep, sebagiannya mulai menetap di Rumbia, dan akhirnya menjadi perkampungan. Pada tahun 1854 perkampungan ini telah dipimpin oleh seorang Kepala Kampung bernama Albert Mawuntu yang berasal dari negeri Atep, dan ia merupakan Kepala Kampung yang pertama.

PERKAMPUNGAN/NEGERI MULA-MULA
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa masuknya penduduk pertama di Langowan adalah di perkampungan Palamba pada abad XVI atahu tahun 1500­an. Kemudian orang-orang dari Palamba tersebut pada waktu mereka pulang-pergi, diantaranya menghadiri musyawarah di Watu Pinawetengan, mereka singgah dan melihat lokasi Mawale (sekarang sebagian wilayah desa Tounelet) baik untuk perkebunan. Maka pada akhir abad XVII atau tahun 1600-an mereka datang bermukim di sana dan membuka perkebunan baru di tempat itu.

Selain penduduk dari Palamba, konon orang-orang yang setelah mengikuti perang Minahasa-­Mongondow pada tahun 1683 sebagian tidak kembali ke negeri asalnya, tetapi kemudian datang menetap di Mawale. Oleh sebab itu setelah pemukiman Mawale ini penduduknya makin bertambah, maka mulailah mereka mencari lokasi perkebunan yang baru dan pada tahun 1806 mereka mulai membuka pemukiman baru di Walantakan dan Waleure. Negeri Walantakan pada tahun 1806 dipimpin oleh Kepala Kampung Makaware/Wakarewa. sedangkan kampung/negeri Waleure dipimpin oleh Waraney.

Berdasarkan penelitian sejarah, maka didapati bahwa dari pemukiman Mawale inilah yang dominan terdapat penyebaran penduduk, sehingga muncul pemukiman-pemukiman baru lainnya di Langowan. Dari 29 desa di Langowan sekarang ini, sebagian besar (sekitar 24) desa awalnya dari pemukiman Mawale. Sementara empat desa lainnya, yaitu Atep, Palamba, Rumbia dan Temboan sudah lebih dulu berdiri. Mengenai asal-usul Palamba, Rumbia dan Temboan sudah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan Atep terbentuk dari kedatangan orang Palamba yang mulai menetap di sana sejak tahun 1780, yang awalnya juga membuka perkebunan.

Dari gambaran di atas dapatlah disimpulkan bahwa perkampungan negeri mula-mula di Langowan adalah sebagai berikut:

1. Palamba, pemukiman sekitar abad XVI atau tahun 1500­-an, dan kemudian menjadi kampung/negeri sekitar abad XVII atau tahun 1600-an,mulai dipimpin oleh seorang Tonaas yang belum diketahui jati dirinya.
2. Temboan, pemukiman tahun 1690. kepala kampung/negeri yang pertama Tonaas Tumataw.
3. Atep, pemukiman sekitar-tahun 1768 memilih suatu lokasi di dataran rendah dan menjadi kampung/negeri tahun 1780 dengan kepala kampung/Tonaas Reppi.
4. Walantakan, pemukiman tahun 1806, kepala kampung/negeri Makarewa. Dibuktikan dengan adanya waruga (kuburan tua) yang ada di Walantakan.
5. Waleure, pemukiman tahun 1806, kepala kampung/Walak Waraney.


Dari majalah Duta Minahasa terbitan Okt/Nov 2003.

Posting Komentar

Terima Kasih Telah Berkunjung di Amongena

 
Top